PENELITIAN TUGAS AKHIR PENDDIKAN KEWARGANERAGARAAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penelitian dengan judul “MASALAH
GELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA
HUBUNGANYA DENGAN SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA ” disusun dengan maksud
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta memberikan
pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai masalah gelandangan dan
pengemis.
Terselesaikannya penelitian
ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Tahajudin
Sudibyo, Drs. MA selaku
dosen Pendidikan Kewarnegaraan, yang dengan penuh ketekunan dan kesabaran dalam
membimbing.
2. Keluarga
dan semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan penelitian ini, penulis sampaikan
penghargaan yang sebesar besarnya.
Penulis
sadar bahwa dalam usulan penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan. Kekurangan tersebut tentunya dapat dijadikan peluang
untuk peningkatan penelitian selanjutnya. Akhirnya penulis tetap berharap
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta,
5 Maret 2016
Mohammad Hidayattudin
DAFTAR ISI
SAMPUL ……………………………………………………………………….. i
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iii
BAB
I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………………............ 1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………….. ......... 1
C. Tujuan ……………………………………………………………………….. ........... 1
BAB
II LANDASAN TEORI ………………………………………………… 2
A. Pengertian
Kemiskinan …………..………………………………………….......... 2
B. Hubungan
Pengemis ……………………………………………………….. ......... 2
C. Permasalahan
Penanganan ……………………………………………….. ........ 3
BAB
III PEMECAHAN MASALAH ……………………………………… 4
A. Hubungan
Pengemis Dengan Sila Ke-5
…………..………………………… ........ 4
B. Penyebab
Adanya Pengemis ……………………………………………….. ........ 4
C. Penanggulangan
Pengemis ……………………………………………….......... 5
BAB
IV PENUTUP ………………………………………………………………. 7
A. Kesimpulan
……………………………………………………………….......... 7
B. Saran ………………………………………………………………………......... 7
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………… 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, Indonesia
masih tergolong Negara yang sedang berkembang dan belum mampu
menyelesaikan masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak masalah sosial yang ada
sampai saat ini, gelandangan dan pengemis adalah masalah yang perlu di
perhatikan lebih oleh pemerintah, karena saat ini masalah tersebut sudah
menjadi bagian dari kehidupan kota-kota besar, khususnya di Kota Medan ini.
Populasi Gelandangan, Pengemis dan Pemulung secara nasional terlihat naik turun
menurut Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial lima tahun
terakhir tahun 2007 berjumlah 61.090 dan pada tahun 2011 berjumlah 194.908. Ada
kenaikan 17% penyebab banyaknya gelandangan dan pengemis di kota besar, bukan
karena tidak adanya lapangan pekerjaan, tetapi juga dari faktor tidak adanya
keinginan untuk berusaha dan ketidak memilikinya keterampilan, dan pada
kenyataannya banyak kita lihat gelandangan yang justru masih mampu untuk
berusaha.
Berusaha dalam arti
apa saja yang penting bisa makan. Keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng)
di perkotaan sangat meresahkan masyarakat, selain mengganggu aktifitas
masyarakat di jalan raya, mereka juga merusak keindahan kota. Dan tidak sedikit
kasus kriminal yang dilakukan oleh mereka, seperti mencopet bahkan mencuri dan
lain-lain.
Oleh sebab itulah, apabila masalah gelandangan
dan pengemis tidak segera mendapatkan penanganan, maka dampaknya akan merugikan
diri sendiri, keluarga, masyarakat serta lingkungan sekitarnya.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang disebut Pengemis ?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan masih adanya pengemis di
kota Yogyakarta.
3. Apa
hubungan pengemis dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ?
C. TUJUAN
Tujuan
pembuatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
tentang pengemis.
2. Agar mahasiswa mampu memahami faktor penyebab
dan upaya penanggulangan dari masalah
Pengemis.
3. Mengetahui
keterkaitan pengemis dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan
2.
Pengertian Pengemis
Menurut kamus besar bahasa indonesia, Pengemis
adalah orang yang minta-minta; pengemis. Berdasar uraian tersebut, Pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta, melalui
berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain.
Pengemis bukan berarti orang yang harus dipandang sebelah mata. Keberadaan
mereka bukan untuk disalahkan ataupun dibenarkan. Keberadaan mereka menimbulkan
kesan serba salah. Menyalahkan mereka bukan tindakan yang benar, tetapi
membenarkan keberadaan mereka pun juga bukan tindakan yang benar pula.
Dalam
peraturan daerah daerah istimewa yogyakarta nomor tahun 2014 tentang penanganan
gelandangan dan pengemis di jelaskan bahwa pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta minta di muka
umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari
orang lain.
Sedangkan
pengemisan adalah tindakan meminta-minta yang dilakukan oleh individu dan/atau
sekelompok orang dengan berbagai alasan, cara dan alat untuk mengharapkan belas
kasihan dari orang lain.
2.1. Pengemis Sebagai Tindakan Sosial
Tindakan berupa usaha untuk mendapatkan perhatian
dari orang lain yang dilakukan oleh pengemis merupakan suatu tindakan sosial.
Setiap orang memiliki pandangan berbeda terhadap pengemis. Ada diantara mereka,
merasa malu bekerja sebagai pengemis karena merupakan pekerjaan yang tidak pantas
dan banyak ditentang oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan norma yang ada
dimasyarakat.
Tetapi ada yang menganggap mengemis merupakan
pekerjaan yang tidak berbeda dari pekerjaan yang lainnya, yakni bertujuan
mendapatkan uang. Hal inilah yang terjadi pada komunitas yang bekerja sebagai
pengemis. Mereka menganggap bahwa mengemis adalah pekerjaan yang halal dan
sah-sah saja. Bahkan ada yang beranggapan bahwasannya mengemis lebih baik dari
pada mencuri. Bagi para pengemis sendiri, mengemis merupakan suatu usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tindakan yang dilakukan oleh pengemis merupakan
suatu tindakan yang didasarkan pada rasionalitas diri mereka. Mereka memiliki
kebutuhan hidup yang harus mereka penuhi, untuk itu mereka melakukan suatu
usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Apalagi mengemis tidak
membutuhkan keterampilan khusus dan modal, sehingga dapat dilakukan oleh semua
orang. Hal ini menyebabkan lingkungan yang masyarakatnya berpikir demikian
dapat melakukan kegiatan mengemis.
2.2 Pengemis Sebagai Tindakan Ekonomi
Manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
keluarganya masing-masing. Berbagai macam cara digunakan guna kebutuhan
tersebut terpenuhi. Salah satu tujuan para pengemis yang ada di alun-alun
Jember yakni memperoleh pendapatan atau penghasilan dengan cara menengadahkan
tangan pada orang lain. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan.
3.
Pengertian Penanganan
Penanganan menurut buku pedoman rehabilitasi gelandangan dan pengemis
(2001:5) adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan terarah baik oleh
pelaksana di Provinsi maupun Kabupaten/kota untuk mencegah, merehabilitasi dan
memberdayakan. Usaha tersebut menyangkut upaya pencegahan, rehabilitisi
memberdayakan gelandangan dan pengemis beserta keluarganya.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
A. Hubungan Pengemis dengan Sila ke-5
Mengemis merupakan usaha manusia dalam mencari
penghasilan dengan mengharap belas kasih dari orang lain. Dalam pelaksanaannya,
tidak luput dari berbagai faktor yang mendasari. Secara garis besar faktor
tersebut dibagi atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
antara lain sifat malas, dapat muncul akibat dari (kemungkinan) pekerjaan yang
didapat tidak sesuai dengan bakat dan keinginannya. Sehingga enggan untuk
menekuni pekerjaan yang ada, cacat fisik,. Faktor eksternal antara lain
ekonomi, geografi, pendidikan, psikologi lingkungan dan agama. Faktor ekonomi
karena keluarga tidak mendapatkan pendapatan dan kekurangan pendapatan.
Dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang
berbunyi Fakir Miskin dan anak - anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 tersebut mempunyai makna bahwa gepeng dan anak - anak
jalanandipelihara atau diberdayakan oleh negara yang dilaksanakan oleh
pemerintah. Dapat kita lihat di kota – kota besar misalnya Yogyakarta masih
banyak terliht pengemis di lampu merah, komplek rumah, jalanan dan tempat
keramain. Dari hal ini dapat di lihat belum meratanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Di mana banyak orang yang kaya makin kaya dan yang
miskin makin menjerit kesusahan. Tetapi pemerintah bukan tanpa usaha, di antara
usaha dari pemerintah diantaranya dengan peraturan perda yang berisi larangan
memberi uang pada pengemis dan jika ketahuan dapat di denda. Usaha lain adalah rehabilitasi para
pengemis. Seperti sudah membudaya, usaha dari pemerintah pun terlihat sia-sia
saja, buktinya pengemis dan gelandangan masih banyak berkeliaran di Yogyakarta.
B. Penyebab
Adanya Pengemis
Effendi (1993:114) Menurut Buku Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, ada pula beberapa hal yang
mempengaruhi seseorang menjadi Gelandangan dan Pengemis, yaitu:
1. Tingginya Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga secara layak.
Kemiskinan menyebabkan orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga secara layak.
2. Rendahnya Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi kendala seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi kendala seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
3. Kurangnya keterampilan Kerja
Kurangnya keterampilan kerja menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan pasar kerja.
Kurangnya keterampilan kerja menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan pasar kerja.
Ada beberapa Faktor Sosial Budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi
pengemis, yaitu:
1. Rendahnya Harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak
dimilikinya rasa malu untuk meminta-minta.
2. Sikap pasrah pada nasib. Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan
kondisi mereka sebagai pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakukan perubahan.
3. Kebebasan dan kesenangan hidup mengemis. Ada suatu kenikmatan
tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup
menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh aturan atau norma yang
kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis menjadi salah satu mata
pencaharian (Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI, 2005:7-8).
C. Penanggulangan
Pengemis
Ketiga usaha yang digunakan untuk menanggulangi
pengemis harus saling mendukung satu sama lainnya. Dengan demikian, hasil yang
dicapai akan lebih maksimal.
1.
Usaha Preventif
Pertama, “Hilangkan Budaya
Mengemis”. Pecahkan budaya mengemis yang telah berurat akar dikalangan para
pengemis. Ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Apabila budaya ini tidak
dihilangkan maka, apapun upaya yang telah dilakukan akan sia-sia. Banyak kasus
dimana para pengemis yang telah dibawa dan dibina di Dinas Sosial kembali
menjadi pengemis di jalan. Menghilangkan budaya mengemis merupakan kunci utama
untuk mengatasi persoalan pengemis. Cara pemecahannya, mereka harus di masukkan
di masukkan ke “Motivation Camp” untuk dibina, ditumbuhkan harga diri,
kehormatan diri, kemuliaan diri, jati diri dan kebanggan sebagai manusia mulia
disisi Tuhan dan manusia lainnya. Dimana kegiatan mengemis itu bukanlah sesuatu
yang mulia, tangan diataslah yang lebih mulia. Serta pendekatan agama sangat
ditekankan dalam pembinaan motivasi ini.
Kedua, “Anak-anak Pengemis Harus
Belajar”. Berikan beasiswa penuh kepada anak pengemis, dan tempatkan mereka di
asrama yang jauh dari orang tua mereka, sehingga budaya mengemis orang tua
mereka tidak menurun pada mereka dan budaya baru dari lingkungan barulah yang
akan tertanam. Ini adalah solusi untuk memotong rantai budaya mengemis yang
sudah ditanamkan oleh orang tua mereka, dengan mengajak mengemis.
Ketiga, “Berantas Kemiskinan dengan
Pendidikan”, atasi kemiskinan yang menjadi penyebab utama timbulnya para
pengemis. Masalah kemiskinan harus diatasi dengan cara pemberian pelatihan,
pemberdayaan, pembinaan dan peluang untuk berkembang dan maju. Bukan dengan
memberi Raskin (Beras untuk Orang Miskin), BLT (Bantuan Langsung Tunai), BLSM
(Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) kepada para pengemis, karena hal ini
hanya menciptakan ketergantungan kepada pemerintah, malas, tidak mandiri, dan
lain sebagainya.
2.
Usaha Represif
Pertama, “Razia Pengemis Dadakan”. Razia pengemis secara dadakan, untuk
dimasukkan ke Dinas Sosial agar dapat pembinaan. Hal ini efektif untuk
mendapatkan para pengemis yang berkeliaran di sepanjang Alun-alun jember,
karena letak lokasi yang cukup dekat dengan dinas sosial.
3. Usaha Rehabilitatif
Kedua, “Buka Lapangan Kerja di Desa”. Para pengemis yang sudah mendapatkan pelatihan
dan dinyatakan lolos, tidak sekedar diberi sertifikat dan dibiarkan keluar
begitu saja. Tapi mereka di berikan lapangan pekerjaan. Mereka akan dipulangkan
kedaerah atau desa asal mereka masing-masing. Kerawat desa bekerja sama dengan
pemerintah daerah (Dinas Sosial) untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para
pengemis yang telah mendapatkan keterampilan. Mengapa harus desa asal mereka?.
Karena dengan demikian kemungkinan para pengemis mengemis kembali lagi ke
Alun-alun Jember sangatlah tipis. Dan lagi desa merupakan tempat tinggal awal
mereka. Lapangan pekerjaan yang dibuka seperti meubel, konveksi, bengkel,
warung makan atau kantin. Apabila mereka sudah mampu bekerja sendiri, maka
mereka dianjurkan membuka lapangan usaha sendiri. Tentunya masalah modal
didapat dari penghasilan mereka yang telah terkumpul, pinjaman koperasi desa
atau bantuan pemberdayaan dari Dinad sosial (Pemerintah Daerah).
Solusi yang telah dijabarkan diatas, tidak akan berjalan dengan baik
tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dunia usaha,
dan masyarakat. Pemerintah daerah sebagai pelaksana, lembaga pendidikan sebagai
pendukung, dunia usaha sebagai sarana dan fasilitator serta masyarakat sebagai
pengawas sekaligus pendukung. Peran masyarakat di sini sangatlah penting. Kita
sebagai mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang harusnya berperan aktif
dalam kegiatan penanggulangan pengemis ini. Seperti mengumpulkan pengemis anak
untuk diberikan pendidikan serta motivasi agar tetap belajar sehingga dapat keluar
dari rantai kemiskinan yang menuntut mereka mengemis. Kita sebagai mahasiswa
dapat ikut berpartisipasi memberikan pelatihan dan pembinaan keterampilan bagi
pengemis. Kita sebagai masyarakat juga sangat dianjurkan agar tidak memberikan
apapun kepada pengemis, karena memberikan motivasi kepada pengemis untuk terus
mengemis. Apapun alasannya memberikan uang kepada pengemis sama saja memotong
benang harapan mereka atas masa depan yang lebih cemerlang.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gepeng adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan mereka meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Dari sekian faktor yang ada, ada 3 faktor yang menjadi penyebab adanya gelandangan yaitu Tingginya Tingkat Kemiskinan, Kurangnya Keterampilan, dan Rendahnya Tingkat Pendidikan. Hal itu menjadi dasar yang membuat orang-orang tersebut terpaksa menjadi Gepeng. Dampak yang ditimbulkan oleh mereka sangat meresahkan masyarakat, mulai dari masalah lingkungan, kependudukan, keamanan dan ketertiban serta kriminalitas.
B.
Saran
Beberapa
saran dari kami adalah sebagai berikut :
1.
Bagi
pemerintah hendaknya lebih mempertegas lagi aturan yang ada apabila ada
pengemis yang masih berkeliaran dan bagi siapapun yang memberi uang kepada
mereka.
2.
Untuk
masyarakat jangan memberikan uang kepada mereka, jika ingin membantu sebaikya
dengan memberikan pejerjaan yang layak bagi para pengemis.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan,
Zubaidi, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi, Paradigma, Yogyakarta.
Effendi, 1993,
Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan
Pengemis, Yogyakarta
http://www.dprd-diy.go.id/wp-content/uploads/2014/02/Draft-Raperda-Gepeng.pdf,
diunduh pada 5 Maret 2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan,
di akses tanggal 5 Maret 2016.
No comments:
Post a Comment